Selasa, 27 Mei 2008

Mengapa Tuhan Membelah Bumi ?

By : Miela el-Zahrah

Mesir berselimut pasir
Tiupan zaman membentuk kerangka fir’aun
Menghempas tongkat musa
Dalam lautan merah

Piramid tak mampu menopang raga
Terlalu rapuh berteman singa berwajah garang
menerkam langit membius cakrawala
menabur kisah di nil yang binal

Tembok baja sinis mencibir
Saat batu karang indah terukir
Hasrat melangit bergemma mengusir
Batu batupun bertasbih dan berdzikir

Sekejab kilatan petir menampar seribu menara
Membelah kemewahan yang semu
Membakar hawa sesat dan membuang puing-puing
Ketengah padang tandus nan gersang

Adakah cela bumi
Atau racun melukainya
Mungkin alam semesta menggertaknya

Lantas...
Mengapa Tuhan membelah bumi?


Minggu, 25 Mei 2008

Bunda Aku Pulang

"Puisi ini terinspirasi dari tulisan sahabatku di pembaringan suci nan sepi,moga Amal dan Ibadahnya diterima disisiNya,Amien."

Bunda..
Aku pulang dari ketidak abadian
Cahaya cintaku tetap menerangi
jejak langkahmu dibumi

Bunda...
Aku pulang membawa harapan
Bintang kejora mengukir namaku
Langit tak segelap dulu
kisah kan menemanimu

Bunda...
Aku pulang bersimpuh
Noda-noda kotorku masih menempel ditelapak kakimu
Sirami aku dengan percikan doa
kesejukan kan mengalir dengan keikhlasanmu

Bunda...
Aku pulang tak sekedar mimpi
rohku menjauh dari kefanaan dunia
ingin bertemu denganmu dikehidupan abadi
Tuhan telah mengambil ragaku

Kamis, 01 Mei 2008

Salah Paham


suatu hari aku berjalan bersama suamiku menelusuri kota Cairo . Saat itu seperti biasa jalan raya cairo selalu macet dengan kendaraan mobil tanpa lalu lintas yang teratur. Banyak pengemudi yang tidak mempunyai kedisiplinan yang baik. Bisa dikatakan Cairo kota kocar-kacir. Mereka lebih senang mencari tempat kosong dijadikan garasi. Pinggiran jalan raya penuh dengan mobil tanpa pengemudi.

Aku melihat dari jauh ada anak Indonesia. Pengennya menyapa karena emang tegur sapa merupakan tradisi yang baik untuk diciptakan. Semakin dekat anak itu, semakin aneh perasaanku. keanehan baru terasa dimatanya setelah dia didepanku. Dia menatap seperti ketidak sukaanku bareng dengan suamiku. Niat awal jadi hilang sudah karena wajah dan tatapan yang tak bersahabat. Aku bilang ma suamiku, "kenapa ya Mas kok anak itu menatap tidak bersahabat pada kita?", "Mungkin aja dia anggap kita pacaran hehe..." seperti biasa suamiku selalu melontarkan bahasa humor kepadaku saat aku bertanya serius. Aku menoleh kebelakang dia masih melirikku dengan pandangan aneh. Aku tambah heran kali aja benar apa yang dikatakan suamiku, mungkin dia salah paham kalau aku pacaran. Aku tarik tangan suamiku dan kuletakkan dibahu, karena aku yakin kalaupun ada yang pacaran tak mungkin berbuat seperti apa aku lakukan. Biar dia gak salah paham itu loh maksudku.

Gelisah Menjelang Ujian


Seperti biasa aku selalu gelisah menjelang ujian. Bukannya takut gak lulus, tapi beban ilmu untuk masyarakat sekitarku. Tiga tahun aku tak mampu menjebol gedung ujian Azhar. Aku tak punya alasan kenapa jiwa dan ragaku tak mampu.

Usaha untuk terus berjuang pasti ada. Intropeksi diri selalu aku catat dalam diaryku. Modal dasar untuk memahami pelajaran telah aku rehab secara berangsur-angsur.

Aku diam sejenak dalam keheningan, ada suara gemerincik air mengalun indah dalam telingaku. Tapi sesaat, kemudian aku sadar tetesan air itu tak menetes pada tempatnya. Satu jam air itu dibiarkan begitu saja. Bisa kulihat satu gayung mungkin penuh dengan air bila tetesan itu ditampung didalamnya.

Aku tak banyak mengetahui tentang hidupku sekarang dan yang akan datang. Aku akan terus menciptakan yang terbaik, toh walaupun aku gagal aku terus berusaha dan menjadikan kegagalan pelajaran yang baik untukku. Aku merasa seperti air yang menetes bukan pada tempatnya. Aku mencari ilmu dalam sikon tak terarah. Situasi dan kondisi awal aku menginjak Kakiku kenegri seribu menara ini mengecewakan, menegangkan ditambah lagi pengaruh teman yang tak berbudi luhur. Aku tak bisa menceritakan kronologi sedetail mungkin. Terlalu banyak alasan entar orang beranggapan.

Penderitaan untuk mencari ilmu belum sempurna mungkin untukku. Guru kesayanganku telah menghimbauku dari awal. "Banyak rintangan untuk mendapatkan Ilmu. Jalan kamu akan terus berkerikil dan berjurang curam nan kelam, kecuali kamu berusaha mendapatkannya. Kamu akan mendapatkan mutiara dalam lautan." Ungkapan kata beliau yang selalu bergeming dalam benakku. Dan sekarang baru terasa kakiku perih menahan luka yang berdarah karena jalanku berkerikil. Banyak orang yang mencemoh dan menghina tentang aku dengan kegagalanku. Tapi, aku tetap sabar dan terus berusaha mendapatkan apa yang aku cari. iya, Ilmu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Aku tetap mengharap dipenghujung hidupku keberhasilan menyapa tersenyum dimataku. Iringan doa dari semua pihak Aku harapkan. Aku selalu berdoa bagi semua manusia yang menuntut Ilmu. Kita adalah Pejuang mencari keridhaanNya. Moga berhasil. Amien....