Rabu, 30 April 2008

Meracik Cinta di Negri Singa


MieLa El-ZAhrah

Fenomena alam begitu menakjubkan. Sepertinya aku berada di istana megah dengan membawa tongkat layaknya seorang putri cantik jelita dengan gaun putih indah menawan hati. Aku lihat disekitar tempat tinggalku taman-taman berhiaskan bunga penuh warna menyejukkan mata. Orang sering menyebutnya Singapore Botanic Gardens di sana aku mengunjungi National Orchid Garden dengan beragam anggrek yang mengesankan. Dan ada juga taman bervarietas binatang yaitu Nigh Safari karena taman itu terkenal dengan taman margasatwa untuk binatang malam pertama di dunia.

Aku adalah pelacak sekaligus pemburu. Setiap malam aku hanya menyelusup dalam lorong-lorong kegelapan dipenuhi oleh pepohonan rimbun dengan membawa senjata api di tangan dan siap membidik binatang yang menajadi buruanku.

“Nit, kenapa kamu membunuh binatang yang tak berdosa itu?” Suara bisikan dari tiupan angin selalu menggigit telingaku. Kemudian aku menjawab bangga dengan suara lantang menggema disetiap sudut ruangan hijau itu.” Aku musuh binatang maka dari itu selalu memburunya karena binatang bagiku adalah penggangguku. Setiap hari 10 binatang yang telah aku bunuh. Dalam 30 hari 300 binatang yang telah menjadi umpanku.

Terkadang samar-samar terdengar raungan binatang yang mengerikan di sebuah taman yang bertetangga dengan nigh safari tak jauh dari rumahku. Singapore Zoological Gardens nama itu yang sering aku dengar dari orang-orang tentang taman yang bersebelahan dengan rumahku. Aku sama sekali tidak pernah memasukinya karena aku tidak ingin berurusan dengan manusia sepertiku. Bukannya aku takut pada manusia, takut menyingkap tabir hitamku pada mereka. Tapi, sebaliknya aku tak ingin mereka takut padaku.

“ Nita nih Ibu gimana keadaanmu sekarang?”

“Ibu kangen” terdengar suara ibu yang pernah kurekam dua hari yang lalu dalam card memory hpku setelah aku menerima sms ibu memohon untuk diangkat telponnya. Aku hanya bisa diam tak berucap sepatahpun tuk menjawab pertanyaan ibu. Sebelumnya aku tak pernah mau menerima telpon dari siapapun tak terkecuali karena aku tidak ingin menambah bercak-bercak lukaku.

Aku masih punya kartu putih warisan dari keluargaku. Dulu pernah aku simpan dalam kantong benakku. Tapi, sekarang. Entah tak tahu dimana. Pikiranku termakan belatung hitam kecil membusuk karena cakaran tajam binatang buas yang dibiarkan dalam ruangan terbuka. Aku dibawa ketempat yang aman dan diberi pengobatan yang layak di suatu negri yaitu negri singa oleh keluargaku.

“Nit, sorry ya aku gak bisa mengantar menemanimu sampai bandara” Anggel teman dekatku tertunduk sayu dengan apa yang dkatakannya tadi.

Tapi Erna Tidak dia menutup hidungnya sambil berucap memoncongkan bibirnya,”oh ia Nit, ada salam dari Mas Anton dia sibuk gak bisa ngantar dan aku juga.”

Waktu itu keadaanku parah, banyak dari teman-temanku menghindar dari karena bau busuk di sekitar tubuhku. Setelah aku pulih dari lukaku maka dari itu awal kebencianku pada binatang-binatang liar.

Biasanya, wujud binatang itu bukan hewan. Tapi kebanyakan yang aku temui dikalangan para raja pembisnis dan pejabat tinggi di suatu Negara adalah berwujud manusia. Aku melihat lembaran-lembaran kertas tak ternilai harganya tercecer dan tergunting terpotong-potong menjadi kecil-kecil sehingga tak terlihat mata liar, apalagi oleh orang yang bermata buta seperti mereka.

“Aku heran Aku heran yang salah dipertahankan, Aku heran Aku heran yang benar disingkirkan”. Terdengar syair syahdu Iwan Fals kaset memori kenangan bersama dengan rekan kerjaku di suatu perusahaan mebel industri international di Indonesia tiga tahun yang lalu. Aku adalah sekretaris perusahaan yang menanganin semua arsip dibidang penjualan ekspor luar negri. Setiap pelanggan bertandang barang dagangan kami selalu dipuji dan banyak mendapat keuntungan besar. Tapi anehnya setiap bulan rekan kerjaku satu persatu berhenti kerja dengan alasan tak jelas. Dan kini giliranku menjadi santapan lezat para binatang kelas atas itu. Lidah mereka menjulur siap menjilat mangsanya.

“ Anda harus keluar dari perusahaan ini. Anda adalah penyebab semua kerugian aset penjualan kami.”

“Assalamua’alaikum, Wr, Wb.”

“He..Wa wa’alaikumsalam, Wr, Wb” Aku kaget dan terbangun dalam lamunanku. Kutergugup ngejawab sepintas sapaan wanita tadi. Sayang aku tak mengerti bahasa mereka. Hanya kuperhatikan dia dari jauh kerudung lebar berwarna merah jambu menghampiri dan menaiki MRT jurusan arab street.

Aku rindu tempat berteduh langkahku gontai mengikuti wanita berkerudung itu. Ku duduk dipojok menghadap jendela. Dalam setiap perjalanan kulihat daerah yang telah kulewati dikaca jendela. Kota-kota pinggiran pusat perbelanjaan seperti toa payoh, hollan Village dan Tampines. Dikawasan etnis little India, china town hampir sampai ketujuan yaitu arab street dadaku seprti tertusuk seratus tusukan yang menancap. Aku tak tahu kenapa, semakin mendekati kampung Glam semakin perih yang kurasa. Sentuhan halus menyerap rasa perihku dari tangan lembut wanita berkerudung merah jambuitu. Kemudian dia membawaku ketempat yang lebih nyaman selama 35 tahun tak pernah kudapatkan sebelumnya.

Sekarang badanku tertutup kain lebar berwarna putih. Kepalaku terbalut menutupin rambut panjangku. Tempat sejuk indah dan damai di dalam naungan Sultan Mosque yang merupakan masjid terbesar di kota arab street. Ditempat itu pula kutunduk bersujud tak berdaya di hamparan sajadah panjang yang membentang di lantai masjid. Pelarianku dari dunia gelap menghantarkanku ke jalan menuju cahaya-Nya.

“Nita, Nita..” Suara itu sepertinya panggilan ibuku.

“Nita sayang nih Ibu” terdengar suara ibu di pintu masuk masjid itu.

Tidak ini tidak mungkin sekarang seluruh keluargaku ada di hadapanku. Kudekap, kupeluk dan kucium Ibu. Mulutku tak henti-hentinya melantunkan syair syahdu pujian syukur kepada Sang Maha Pencipta. Tetesan bening mengembun dari pelupuk mataku telah membentuk jelas lukisan besar keagungan-Nya. Tak ada yang seindah lukisan tangan-Nya. Telah kuracik cinta-Nya dinegri singa yang lama hanya kudengar raungan menyakitkan.

Tidak ada komentar: