Kamis, 26 Juni 2008
Di Pelaminan Surga Aku Menunggumu
by: Miela el-Zahrah
Kau sembunyikan cinta dalam diam
hanya berbisik dikeriuhan angin malam
menyelisik desiran yang tenggelam
anganku melayang dalam kelam
Tabur kembang tak pernah lekang
irama isak mendayu sendu tersekang
disamping nisan yang terkekang
aku meratapmu dalam kenang
Tersungkur lunglai tubuh ringkihku
diatas tanah bertaman kerinduan
kidung doa selalu bergema diruang resah
bergetar dinding asa berlumur dosa
Sekarang aku mengejar amarah kehidupan
mendekat meredam kesendirian
langkahku merajut pintalan mimpi
menyulam benang diatas pelaminan suci
Saat mentari bercerita cahaya surga
aku menanti bias hangatkan raga
dalam jiwa ku bergeming mesra
di pelaminan surga aku menunggumu
Cairo,25 juni'08
Sabtu, 21 Juni 2008
Dentuman Hati
Senja mulai tersenyum menampakkan bias cahaya di ufuk timur, disudut itu kutatap tajam berusaha membalas senyumannya meskipun mataku sayu. Wajahnya yang mega sapa yang santun menjernihkan penglihatanku. Di bulan Ramadhan, di pagi hari ku perkenalkan diriku dengan alam lain, kesejukan terasa bersamanya. Musim semi menyambut kehadiranku dinegri fir'aun. Bunga bertebaran ditaman, bermekaran segar tersentuh basah embun yang jernih menambah suasana asri, romantis, nyaman.
"Yup," Kata itu. Selama ini yang ingin kudendangkan ditelingaku. Kini telah bertabuh dan menari-nari dipotret kehidupanku. Hitam putih jadi warna favoritku.
Kepenatan melebur ke seluruh sendi ototku setelah seharian berjubel dengan pengurusan adminitrasi kuliah. Ablah Wafa’ membuatku mengelus dada hampir tiga jam thabur. Kakiku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Yah malah dibukrohin.
Rumahku tidak terlalu jauh dari kuliah banat. Hay-Tsabi’ salah satu daerah madinat Nasr. Biasanya aku hanya menaiki el-tramko tuk sampai kesana hanya 25 pister. Sesampai di rumah." Ahhh…" Kurebahkan tubuh di atas sarir empukku. Mesin otak seakan berkarat seperti tak terpakai beribu abad. Kubiarkan mata terpejam dan terbang bersama mimpi diterik siang.
Menjelang sore aroma masakan membuyarkan mimpi indahku, sehingga membangunkanku, menyatukan jasad dengan ruh yang tak sejalur dalam tidurku."Berisik," teriak batinku. Reflek kakiku menyentuh lantai seperti ada kekuatan tuk mendekatinya, dengan langkah seorang pemabuk tergiur akan kenikmatan minuman araknya.
"Assalamu’alaikum!?"
"Sehat!?" suara asing menyapa lembut di daun telingaku mengerakkan kelopak mata pejamku. Wajahku melongok ke arah suara itu. Dua orang lelaki yang baru kukenal duduk manis menatapku.
"Wa’alaikumsalam"
"Alhamdulillah" jawabku.
"Ku tinggal dulu kebelakang ya kak?!" wajahku memerah tersipu malu kubalikkan badanku menjauh dan kusembunyikan wajah dalam air wudhuku.
Selesai shalat ashar, kutenangkan diri menelusup dalam lorong doa. Kubelai sajadah panjang dengan sentuhan keningku. Membuang benih keresahan. Taslim jasadku mengosongkan angan-angan tak bertepi. Keteduhan sore hari menyingkap tabir kekuatan itu di depan mataku. Sosok pria di sampingku membentuk tanda tanya dalam hati.
"Kamu Mia kan?!" tanyanya memulai pembicaraan.
"Dari Jawa mana Mia?" lanjutnya dengan pandangan matanya konsisten pada permainan computer di atas meja makan panjang yang dimainkannya sedari tadi, dengan tangan kanan memegang mouse meliuk-liuk seperti gerakan ular.
"Jawa Tengah, Kecamatan Asri"
"Kakak tahu daerah itu?" Dengan agak ragu kutimpal balik sebuah pertanyaan kepadanya. Aku tahu kalau keduanya telah mengenaliku ketika di bandara menjemputku, tapi aku masih belum kenal nama mereka berdua.
"Tidak!" Sepintas dia tersenyum dan menatapku. Sorotan matanya beradu dengan tatapan bola mataku seperti ada kilatan cahaya yang siap menyambar dan menghanguskan apa saja disekitarnya. Kubalas senyumannya. Sudah lama Aku tidak melatih otot dagu dan kedua pipiku. Jangankan untuk tertawa, mengukir senyum aja dirona wajahku aku enggan tuk mengekspresikannya. Sehingga pantaslah para tetangga memberi julukan kepadaku Mega Mendung.
"Miaaa…?!" Leni temanku, memanggilku dari dapur. Dari saking asyiknya ngobrol aku lupa kalau tiga orang teman serumahku Anggi, Rini, Leni lagi nyiapin masakan buat buka puasa.
"Mia, tolong bantuin buat sambel terasi yaaa…nih ulek sampek halus." Suara lembut Leni terus mengobok hati dan pikiranku tuk menumbuhkan semangatku menyentuh dunia dapur. Hidup di Mesir sebuah tantangan yang berat bagi orang sepertiku yang tak pandai memasak. Aku pikir memasak tidaklah terlalu penting, toh aku di sini bukan untuk belajar memasak, akan tetapi belajar agama.
"Ah…peduli amat sih yang penting bisa mengisi perut kosongku" belum lima menit ku mengulek sambel terasi, sekilas ada rintihan suara dan derap kaki dihadapanku seperti orang yang mengadu.
"Sini aku bantuin ngulek yaaa..."pinta pria itu kepadaku. Aku hanya bisa diam dan membisu tak sanggup menolak tawaran jasanya. Aku malah salah tingkah dibuatnya. Setelah masakan semua telah beres. Ikan bakar, kuah sop, sambel terasi untuk dihidangkan dan disantap mengisi kekosongan waktu menunggu adzan maghrib berkumandang, yah penantian terbesar bagi umat islam yang merupakan akhir sebuah perjalanan berperang melawan hawa nafsu. Kami serumah saling ta’aruf dengan kedua orang pria itu supaya lebih akrab gitu. Seperti kata pepatah Tak Kenal Maka Tak Sayang. Kak Dani dan Kak Rudi nama kedua pria itu.
"Mia pernah ke tahrir?" tanya K’Dani selesai shalat maghrib berjama’ah.
"Belum, daerah mana tuh kak?" tanyaku dengan wajah serius
"Gimana, kalau ku ajak kalian semua besok malam selepas acara silaturrahmi di rumah Pak penasehat ?!" ajak K’Dani. Pria itu menelusuri taman hati mengisi bunga asmara mengganti yang telah layu. Segera kupagari hati dengan besi iman agar aman dari tangan-tangan tak bertanggung jawab. Bibirku kelu menyapa tuk kuucapkan syukran jazilan kepadanya.
Pikiranku bak buih ombak yang berguling-guling di samudera biru nan indah, tapi tampak buram dan jauh di ujung mata beningku. Mengingat posisi sebagai anak yang telah dijodohkan kedua orang tua, dengan seorang lelaki yang tak pernah ku kenal. Konon katanya; dari penjelasan pamanku. Aku dijodohkan semenjak aku kecil dengan putra seorang kyai ternama. Dari penjelasan itupun, baru ku dengar setelah seminggu Aku di wisuda di salah satu pesantren salaf di Jawa Tengah. Pondok yang dulu kuanggap sebuah penjara suci karena pelbagai macam peraturan yang ketat, dengan kegiatan yang padat, mulai dari kegiatan intra sampek ke ekstrakurikuler dan ditambah lagi setumpuk mata pelajaran melelahkan. Begitu keluar darinya bagaikan buruan yang dilepas dari sangkarnya.
Bunga terus tumbuh ditaman hatiku. Pertanyaan masih belum sempat terjawab kalimat itu seperti bom yang siap meledak kapan saja. Hatiku punya strategi ilahi , pertanyaan itu kuajukan pada-Nya dalam setiap sepertiga malam dalam remang-remang lampu temaram. Pria ituterus menyirami bunga di taman hatiku mengokohkan akar keringku. Kutatap wajah pria itu dalam diamku segera ku berpaling ketika dia balik menatap dengan tatapan matanya yang tajam. Ketakutan datang menyapa, takut bunga-bunga di hatiku mekar dan berpindah di taman hatinya sebelum pertanyaanku terjawab oleh-Nya.
Roda kehidupan terus berputar, perjalanan kehidupanku mulai berjeruji ketika kuterjatuh dari atas kendaraan tiada yang dapat menolongku. Tafwidl pada yang Maha Kuasa. Tongkat kesabaran segera kupegang. Ada yang membopongku dibawah kesadaranku. Setelah kutersadar ku bertanya pada yang ada disekelilingku.
" Siapa yang telah menolongku?"
Mereka bungkam dalam seribu bahasa, tapi ku melihat kelebatan bayangan yang tidak asing lagi dalam hatiku. Sehingga tak sanggup menyebut namanya lagi. Ingatanku mulia pulih kembali bersamaan dengan mekarnya bunga di hatiku.
Pria itu terus menyirami bunga di taman hatiku, tapi tak sesering mungkin tak seperti dulu lagi. Terkadang bungaku layu dan berguguran. Kusiram sendiri dengan sisa-sisa air Rahmat-Nya.
Ini adalah suatu dilema dalam hidupku, dimana aku harus memilih antara kehendak orang tua dan pilihanku sendiri, sedangkan jawaban hatiku mulai terjawab oleh-Nya, berangsur-angsur gambar itu jelas tersisip jawaban yang lugas mudah kucerna dan diolah oleh otakku. Tubuhku terkulai lemas tak berdaya. Pikiranku terkotori bermacam kotoran merambat menyebabkan penyakit dalam hati.
"Penyakit apakah itu?" sayup kudengar desiran angin yang berlawanan arah. Segera kulindungi bungaku yang mekar indah di taman hatiku tak ada yang mengusik dan mengganggunya.
"Penyakit itu, penyakit cintakah?" Tidak aku tidak ingin menodai cintaku pada-Nya. Tidak itu bukan penyakit, akan kuobati, tapi itu bunga baru yang menyelusup dalam hatiku. Yach...itu bunga cinta hanya bisa dipetik sang empunya. Entah kapan, hanya menunggu waktu yang tepat. Aku hanya bisa menengadah moga dentuman hatiku tak sampai menyakiti hati pemilik bunga itu, walaupun kemarin kuluapkan dalam amarah, karena dia telah mencubit tangkai bungaku kemudian terlalu lama menjanggal, menggelitik menyayat hati. Tangisku mulai pecah, serpihan-serpihan air mata membasahi kelopak bungaku. Dan moga bunga itu tumbuh mekar dan harum sampai di taman surgawi.
Keterangan :
Ablah : Panggilan bagi yg lebih tua khusus perempuan (bhs arab Ammiyah)
Thobur : Ngantri
Bukroh : Ditunda sampai besok (bhs Arab Ammiyah)
kuliah banat: Kuliah khusus perempuan
Sarir : Kasur
el-Tramco : Salah satu kendaraan dimesir
25 piester : Mata uang mesir, dirupiahkan Rp600
Tahrir : Salah satu daerah wisata dekat sungai nil dimesir
Rabu, 18 Juni 2008
"AKU MENCINTAI SUAMIKU"
Kini aku tak lagi belajar dalam kegamangan. Hidup baru, kutemukan sensasi baru. Yang dulunya aku hanya mendengar bisikan hati tak berarah. Pendamping hidupku yang setia setiap saat menemaniku dengan sabar, tak pernah terdengar satu katapun keluhan dari bibirnya, selalu memberi semangat dalam belajar memperjuangkan hidup. Bahasa bijaksana yang selalu ia lontarkan mebius hatiku menjadi seorang pahlawan tanpa pamrih dan tak kenal lelah. Dia adalah Suamiku. Aku akan bilang padanya kalau aku sangat mencintainya. Cinta yang diridhai-Nya.
Hal yang menarik kenapa aku sangat menyayanginya, dia selalu ikhlas menerima keadaannya saat ini dan yang akan datang. Sabar dalam mengahadapi cobaan. Cerdas dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, meskipun terkadang agak teledor. Saat ini dan sampai akhir hidupku aku akan selalu memperjuangkan cintaku. Aku ingin mendayung perahu sampai tujuan hanya bersamanya. Sebuah harapan yang selalu aku dambakan. Aku takkan salah lagi mencari pendamping hidup untuk mencari Ridha-Nya. Amien....
Senin, 02 Juni 2008
Hati-Hati Bawa Hati
Bila Jalan lurus
Pandangi kedepan aspal halus
Tak bercela terurus
Damai hati nan tulus
Separuh sepasang mata berjalan
Tertunduk melepas alas dalam terjal
Menahan sakit kerikil tajam
Perih hati dipermainkan
Hati-hati bawa hati
Irama detaknya selaras api
Berkobar dalam benak yang sepi
percikannya merusak dawai mimpi
Jangan main hati
Panah syetan akan memburu dengki
Menancap mendongak awan berlukis peti
Alang-alang ditanah melambai menanti
Luka tak berdarah itu
Tersembunyi kepedihan yang dalam
Lempar dengan batu dzikir
hatimu takkan terkilir
Selasa, 27 Mei 2008
Mengapa Tuhan Membelah Bumi ?
Mesir berselimut pasir
Tiupan zaman membentuk kerangka fir’aun
Menghempas tongkat musa
Dalam lautan merah
Piramid tak mampu menopang raga
Terlalu rapuh berteman singa berwajah garang
menerkam langit membius cakrawala
menabur kisah di nil yang binal
Tembok baja sinis mencibir
Saat batu karang indah terukir
Hasrat melangit bergemma mengusir
Batu batupun bertasbih dan berdzikir
Sekejab kilatan petir menampar seribu menara
Membelah kemewahan yang semu
Membakar hawa sesat dan membuang puing-puing
Ketengah padang tandus nan gersang
Adakah cela bumi
Atau racun melukainya
Mungkin alam semesta menggertaknya
Lantas...
Mengapa Tuhan membelah bumi?
Minggu, 25 Mei 2008
Bunda Aku Pulang
"Puisi ini terinspirasi dari tulisan sahabatku di pembaringan suci nan sepi,moga Amal dan Ibadahnya diterima disisiNya,Amien."
Bunda..
Aku pulang dari ketidak abadian
Cahaya cintaku tetap menerangi
jejak langkahmu dibumi
Bunda...
Aku pulang membawa harapan
Bintang kejora mengukir namaku
Langit tak segelap dulu
kisah kan menemanimu
Bunda...
Aku pulang bersimpuh
Noda-noda kotorku masih menempel ditelapak kakimu
Sirami aku dengan percikan doa
kesejukan kan mengalir dengan keikhlasanmu
Bunda...
Aku pulang tak sekedar mimpi
rohku menjauh dari kefanaan dunia
ingin bertemu denganmu dikehidupan abadi
Tuhan telah mengambil ragaku
Kamis, 01 Mei 2008
Salah Paham
Aku melihat dari jauh ada anak Indonesia. Pengennya menyapa karena emang tegur sapa merupakan tradisi yang baik untuk diciptakan. Semakin dekat anak itu, semakin aneh perasaanku. keanehan baru terasa dimatanya setelah dia didepanku. Dia menatap seperti ketidak sukaanku bareng dengan suamiku. Niat awal jadi hilang sudah karena wajah dan tatapan yang tak bersahabat. Aku bilang ma suamiku, "kenapa ya Mas kok anak itu menatap tidak bersahabat pada kita?", "Mungkin aja dia anggap kita pacaran hehe..." seperti biasa suamiku selalu melontarkan bahasa humor kepadaku saat aku bertanya serius. Aku menoleh kebelakang dia masih melirikku dengan pandangan aneh. Aku tambah heran kali aja benar apa yang dikatakan suamiku, mungkin dia salah paham kalau aku pacaran. Aku tarik tangan suamiku dan kuletakkan dibahu, karena aku yakin kalaupun ada yang pacaran tak mungkin berbuat seperti apa aku lakukan. Biar dia gak salah paham itu loh maksudku.
Gelisah Menjelang Ujian
Usaha untuk terus berjuang pasti ada. Intropeksi diri selalu aku catat dalam diaryku. Modal dasar untuk memahami pelajaran telah aku rehab secara berangsur-angsur.
Aku diam sejenak dalam keheningan, ada suara gemerincik air mengalun indah dalam telingaku. Tapi sesaat, kemudian aku sadar tetesan air itu tak menetes pada tempatnya. Satu jam air itu dibiarkan begitu saja. Bisa kulihat satu gayung mungkin penuh dengan air bila tetesan itu ditampung didalamnya.
Aku tak banyak mengetahui tentang hidupku sekarang dan yang akan datang. Aku akan terus menciptakan yang terbaik, toh walaupun aku gagal aku terus berusaha dan menjadikan kegagalan pelajaran yang baik untukku. Aku merasa seperti air yang menetes bukan pada tempatnya. Aku mencari ilmu dalam sikon tak terarah. Situasi dan kondisi awal aku menginjak Kakiku kenegri seribu menara ini mengecewakan, menegangkan ditambah lagi pengaruh teman yang tak berbudi luhur. Aku tak bisa menceritakan kronologi sedetail mungkin. Terlalu banyak alasan entar orang beranggapan.
Penderitaan untuk mencari ilmu belum sempurna mungkin untukku. Guru kesayanganku telah menghimbauku dari awal. "Banyak rintangan untuk mendapatkan Ilmu. Jalan kamu akan terus berkerikil dan berjurang curam nan kelam, kecuali kamu berusaha mendapatkannya. Kamu akan mendapatkan mutiara dalam lautan." Ungkapan kata beliau yang selalu bergeming dalam benakku. Dan sekarang baru terasa kakiku perih menahan luka yang berdarah karena jalanku berkerikil. Banyak orang yang mencemoh dan menghina tentang aku dengan kegagalanku. Tapi, aku tetap sabar dan terus berusaha mendapatkan apa yang aku cari. iya, Ilmu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Aku tetap mengharap dipenghujung hidupku keberhasilan menyapa tersenyum dimataku. Iringan doa dari semua pihak Aku harapkan. Aku selalu berdoa bagi semua manusia yang menuntut Ilmu. Kita adalah Pejuang mencari keridhaanNya. Moga berhasil. Amien....
Rabu, 30 April 2008
Meracik Cinta di Negri Singa
MieLa El-ZAhrah
Fenomena alam begitu menakjubkan. Sepertinya aku berada di istana megah dengan membawa tongkat layaknya seorang putri cantik jelita dengan gaun putih indah menawan hati. Aku lihat disekitar tempat tinggalku taman-taman berhiaskan bunga penuh warna menyejukkan mata. Orang sering menyebutnya Singapore Botanic Gardens di sana aku mengunjungi National Orchid Garden dengan beragam anggrek yang mengesankan. Dan ada juga taman bervarietas binatang yaitu Nigh Safari karena taman itu terkenal dengan taman margasatwa untuk binatang malam pertama di dunia.
Aku adalah pelacak sekaligus pemburu. Setiap malam aku hanya menyelusup dalam lorong-lorong kegelapan dipenuhi oleh pepohonan rimbun dengan membawa senjata api di tangan dan siap membidik binatang yang menajadi buruanku.
“Nit, kenapa kamu membunuh binatang yang tak berdosa itu?” Suara bisikan dari tiupan angin selalu menggigit telingaku. Kemudian aku menjawab bangga dengan suara lantang menggema disetiap sudut ruangan hijau itu.” Aku musuh binatang maka dari itu selalu memburunya karena binatang bagiku adalah penggangguku. Setiap hari 10 binatang yang telah aku bunuh. Dalam 30 hari 300 binatang yang telah menjadi umpanku.
Terkadang samar-samar terdengar raungan binatang yang mengerikan di sebuah taman yang bertetangga dengan nigh safari tak jauh dari rumahku. Singapore Zoological Gardens nama itu yang sering aku dengar dari orang-orang tentang taman yang bersebelahan dengan rumahku. Aku sama sekali tidak pernah memasukinya karena aku tidak ingin berurusan dengan manusia sepertiku. Bukannya aku takut pada manusia, takut menyingkap tabir hitamku pada mereka. Tapi, sebaliknya aku tak ingin mereka takut padaku.
“ Nita nih Ibu gimana keadaanmu sekarang?”
“Ibu kangen” terdengar suara ibu yang pernah kurekam dua hari yang lalu dalam card memory hpku setelah aku menerima sms ibu memohon untuk diangkat telponnya. Aku hanya bisa diam tak berucap sepatahpun tuk menjawab pertanyaan ibu. Sebelumnya aku tak pernah mau menerima telpon dari siapapun tak terkecuali karena aku tidak ingin menambah bercak-bercak lukaku.
Aku masih punya kartu putih warisan dari keluargaku. Dulu pernah aku simpan dalam kantong benakku. Tapi, sekarang. Entah tak tahu dimana. Pikiranku termakan belatung hitam kecil membusuk karena cakaran tajam binatang buas yang dibiarkan dalam ruangan terbuka. Aku dibawa ketempat yang aman dan diberi pengobatan yang layak di suatu negri yaitu negri singa oleh keluargaku.
“Nit, sorry ya aku gak bisa mengantar menemanimu sampai bandara” Anggel teman dekatku tertunduk sayu dengan apa yang dkatakannya tadi.
Tapi Erna Tidak dia menutup hidungnya sambil berucap memoncongkan bibirnya,”oh ia Nit, ada salam dari Mas Anton dia sibuk gak bisa ngantar dan aku juga.”
Waktu itu keadaanku parah, banyak dari teman-temanku menghindar dari karena bau busuk di sekitar tubuhku. Setelah aku pulih dari lukaku maka dari itu awal kebencianku pada binatang-binatang liar.
Biasanya, wujud binatang itu bukan hewan. Tapi kebanyakan yang aku temui dikalangan para raja pembisnis dan pejabat tinggi di suatu Negara adalah berwujud manusia. Aku melihat lembaran-lembaran kertas tak ternilai harganya tercecer dan tergunting terpotong-potong menjadi kecil-kecil sehingga tak terlihat mata liar, apalagi oleh orang yang bermata buta seperti mereka.
“Aku heran Aku heran yang salah dipertahankan, Aku heran Aku heran yang benar disingkirkan”. Terdengar syair syahdu Iwan Fals kaset memori kenangan bersama dengan rekan kerjaku di suatu perusahaan mebel industri international di Indonesia tiga tahun yang lalu. Aku adalah sekretaris perusahaan yang menanganin semua arsip dibidang penjualan ekspor luar negri. Setiap pelanggan bertandang barang dagangan kami selalu dipuji dan banyak mendapat keuntungan besar. Tapi anehnya setiap bulan rekan kerjaku satu persatu berhenti kerja dengan alasan tak jelas. Dan kini giliranku menjadi santapan lezat para binatang kelas atas itu. Lidah mereka menjulur siap menjilat mangsanya.
“ Anda harus keluar dari perusahaan ini. Anda adalah penyebab semua kerugian aset penjualan kami.”
“Assalamua’alaikum, Wr, Wb.”
“He..Wa wa’alaikumsalam, Wr, Wb” Aku kaget dan terbangun dalam lamunanku. Kutergugup ngejawab sepintas sapaan wanita tadi. Sayang aku tak mengerti bahasa mereka. Hanya kuperhatikan dia dari jauh kerudung lebar berwarna merah jambu menghampiri dan menaiki MRT jurusan arab street.
Aku rindu tempat berteduh langkahku gontai mengikuti wanita berkerudung itu. Ku duduk dipojok menghadap jendela. Dalam setiap perjalanan kulihat daerah yang telah kulewati dikaca jendela. Kota-kota pinggiran pusat perbelanjaan seperti toa payoh, hollan Village dan Tampines. Dikawasan etnis little India, china town hampir sampai ketujuan yaitu arab street dadaku seprti tertusuk seratus tusukan yang menancap. Aku tak tahu kenapa, semakin mendekati kampung Glam semakin perih yang kurasa. Sentuhan halus menyerap rasa perihku dari tangan lembut wanita berkerudung merah jambuitu. Kemudian dia membawaku ketempat yang lebih nyaman selama 35 tahun tak pernah kudapatkan sebelumnya.
Sekarang badanku tertutup kain lebar berwarna putih. Kepalaku terbalut menutupin rambut panjangku. Tempat sejuk indah dan damai di dalam naungan Sultan Mosque yang merupakan masjid terbesar di kota arab street. Ditempat itu pula kutunduk bersujud tak berdaya di hamparan sajadah panjang yang membentang di lantai masjid. Pelarianku dari dunia gelap menghantarkanku ke jalan menuju cahaya-Nya.
“Nita, Nita..” Suara itu sepertinya panggilan ibuku.
“Nita sayang nih Ibu” terdengar suara ibu di pintu masuk masjid itu.
Tidak ini tidak mungkin sekarang seluruh keluargaku ada di hadapanku. Kudekap, kupeluk dan kucium Ibu. Mulutku tak henti-hentinya melantunkan syair syahdu pujian syukur kepada Sang Maha Pencipta. Tetesan bening mengembun dari pelupuk mataku telah membentuk jelas lukisan besar keagungan-Nya. Tak ada yang seindah lukisan tangan-Nya. Telah kuracik cinta-Nya dinegri singa yang lama hanya kudengar raungan menyakitkan.
Minggu, 27 April 2008
Deretan Rantai Pengalaman
Berjejer seribu kaki
ada seni langkah mengusik debu
mengiring kerikil kecil ketepian
suara siur merintih kesepian
Luka berdarah kering terhempas badai
meronta membawa kecaman
Mata rantai masih dalam kedipanku
terus berputar dalam kalbu
mengelilingi jernih kebahagiaan
menjerit dalam tangis penderiataan
Retakan bumi tak membuat
Jari-jari kakiku meninggalkan kisah
Kutulis jejak ditepian bukit karang
Terjalnya mengukir keabadian cintaNya
Bukit tursinai menyampaikan salam
Kasih seorang cucu adam dalam asmaranya
Kekuatan batu baja dalam diri yang menjulang tinggi
Masih melekat dalam rahmatNya
Surga Dunia
By: Miela EL-ZahRah
Surga fana nilai dunia
Terhipnotis kemegahannya
Hidup dengan kefantastisan
Uang jadi sandaran
Arah barat angin menyembur
Hawa panas uang dolar
Tinggi menjulang dipermukaan
Arah timur lava bak ular
Dimana arah manusia?
Dibarat dengan surganya
Ditimur dengan kematiannya
Istana putih palestina
tertimbun kematian
Manusia benalu didalamnya
Merintih, menangis tersedu kebahagian
Surga dunia tak mengalir keabadian
Seteguk air pelepas dahaga sekejab
Sungai gangga kering terserap
Dengan kedengkian manusia
Masih pagi menyapa maut
Elegi cinta tersisih laut
Eklapsi cerita tak diimpikan
Embrosur mata kekeringan
Sabtu, 26 April 2008
S@paku Untuk Duni@
Ada bening kristal bahagia yang menetes dipelupuk mata Bunda
menatap tajam mata polosku dan wajah mulusku dari taman hati surgawi
harum darah yang menempel disekujur tubuhku
bak pewangi kasturi ditubuh sang bidadari
Mama….sapaku dalam tangis
teriakan histerisku awal sejarah pengagungan Tuhan
untaian kasih akan segera dirangkai
dengan kidung doa senandung langkah kecil
penopang panji-panji islam
Sapaku untuk dunia
menyapa dengan keangkuhan dunia
menyapa dengan kedamaian dunia
menyapa dengan kebisingan dunia
menyapa dengan keindahan dunia
menyapa dengan seluruh keajaiban fana ciptaanNya
Sapaan dari bibir mungilku
tak sekedar kicauan burung cicit yang merdu
tak sekedar janji merpati terbang dengan kepakan sayap putih
karena tak ingin sayapku patah terhempas badai
dan tak ingin hanya bertengger diatas ranting kering
Perkenalanku dengan dunia
mengukir keabadian cinta
cinta dalam cahaya yang menelusup didalamnya
secercah cahaya itu kutemukan dalam dekapanNya
Untukmu yang terkasih
Persembahan cinta disudut pinggiran sungai nil
Kuhias piramida dengan hati emasmu
Hadirmu pengobat luka dunia
Kenapa Aku Menangis?
Karang kenangan disudut pusaran air
sungai nil isyarat cinta negri
tak mampu berdiri dengan hasrat angin yang berdesir
terhalang debu terhempas dan terusir
Dinding pesona menembus kegalauan
meraba rasa menepis duka bertautan
bumi mengecam resah sangka syetan
menyeret jiwa tak terasah yang rentan
Tertatih berjalan diatas kerikil api
kaki meregang luka dalam terapi
tak usai mengharu biru ditepi
beranda bisu teriring sepi
duduk tersungkur disajadah kusam
berteman takbir dan dzikir
menatap malam dan bintang
suara terbesit menusuk jiwa
Itu sapa bintang dengan malam
dititik terang angan yang kelam
menggantung beribu pertanyaan
Kenapa aku menangis?
lampu pijar diujung menarapun
tak mampu menjawab dibibir terangnya
sampai kapan aku menangis?
Pendahuluan
Blog ini berawal dari semangatku untuk menulis. Suami tercinta telah menggugah hatiku mempublikasikan tulisan. Ada rasa kurang percaya diri, tapi tak ada salahnya toh kalaupun salah aku belajar. Iya, belajar dari kesalahan.
Mohon saran dan kritik. Blog karya suamiku dan isi karyaku sendiri. Kalau aku yang buat blog sendiri bisa amburadul. Dia yang lebih sering update didepan komputer. Tulisan didalamnya udah aku posting sebelumnya di multiplyku.
Selamat menikmati.
NB: Jangan lupa tinggalkan pesan.